DBD Ancam Kab. Bandung
SOREANG,(GM)-
Sebanyak 16 dari 31 kecamatan di Kabupaten Bandung dinyatakan endemis demam berdarah dengue (DBD), sehingga daerah tersebut menjadi fokus utama untuk dilakukan fogging (pengasapan). Kecamatan yang dinyatakan endemis DBD tersebut yakni Soreang, Dayeuhkolot, Margahayu, Margaasih, Katapang, Pameungpeuk, Banjaran, Cangkuang, Ciparay, Baleendah, Majalaya, Solokanjeruk, Paseh, Rancaekek, Cileunyi, dan Bojongsoang.
Untuk mencegah terjadinya serangan nyamuk aedes aegypti, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab. Bandung melakukan fogging ke beberapa daerah. Selama Januari 2012, Dinkes sudah melakukan fogging ke enam kecamatan, yakni Baleendah, Pemungpeuk, Soreang, Margaasih, Katapang, dan Majalaya.
"Untuk sementara fogging kita fokuskan di daerah endemis dan daerah yang melaporkan adanya kasus DBD yang memerlukan penaggulangan segera," ungkap Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit (Kasi P2), dr. Vini Adiani Dewi di Soreang, Rabu (8/2).
Sementara itu, dari data yang ada di Dinkes Kab. Bandung, kasus DBD selama tahun 2011 tercatat 1.078 kasus. Jika dibanding dua tahun sebelumnya, kasus 2011 angkanya menurun. Pada tahun 2010, tercatat 1.180 kasus, sedangkan 2009 sebanyak 1.227 kasus.
"Kita lihat dari data tersebut, dalam tiga tahun terakhir terjadi penurunan dari tahun ke tahun. kasus-kasus DBD yang biasanya tinggi, itu pada saat pergantian cuaca, yaitu dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya," ungkapnya.
Menurut Vini, selama 2011 rata-rata kasus per bulannya sekitar 120 kasus. Kasus tertinggi selama 2011, menurutnya terjadi pada Juli yaitu 149 kasus. Pada 2010 kasus tertinggi terjadi pada Juli (172 kasus) dan Februari (127 kasus). Sedangkan pada 2009 kasus tertinggi terjadi pada Januari (266 kasus) dan Agustus (176 kasus).
"Pada Januari 2012 ini dilaporkan terjadi 87 kasus, yang paling banyak terjadi di Kecamatan Baleendah, Margaasih, Soreang, dan Katapang. Makanya kita akan terus lakukan fogging," terang Vini
Mengenai kecenderungan adanya penurunan kasus DBD dari tahun ke tahun (khuasusnya tiga tahun terakhir), menurutnya hal itu menunjukkan lingkungan permukiman warga yang semakin memperhatikan kebersihan. Karena menurutnya, perkembangbiakan nyamuk DBD banyak bergantung kepada kondisi lingkungan sekitar.
"Jika lingkungan buruk, seperti banyak sampah dan banyak genangan air kotor, perkembangbiakan nyamuk DBD akan lebih cepat berkembang, sehingga risiko penularan DBD pun semakin tinggi," beber Vini.
Dikatakan Vini, kondisi lingkungan yang cenderung semakin membaik tak lepas dari gerakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan membersihkan lingkungan sekitar dan gerakan 3M, yakni menguras (air bak), menutup (genangan air), dan mengubur (sampah atau kotoran lain).
Selain itu, lanjutnya, dilakukan penyuluhan seputar DBD, pemeriksaan jentik nyamuk dalam radius 100 meter di daerah yang muncul suspect (diduga terkena) DBD, abatisasi, dan fogging. "Fogging dilakukan sebagai upaya terakhir, setelah ditempuh langkah-langkah sebelumnya. Jika ada yang meninggal karena DBD, itu wajib fogging," katanya.
Terkait fasilitas kesehatan di puskesmas, menurut Vini untuk peralatan mencukupi. Sedangkan untuk laboratorium sudah dapat melaksanakan pemeriksaan sederhana, misalnya hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit.
"Ini juga bisa digunakan untuk diagnosis dini DBD. Jadi jika ada warga yang memiliki tanda-tanda terkena DBD, segera periksakan ke puskesmas terdekat," katanya.www.klik-galamedia.com