Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta membatalkan rencana pembelian pesawat kepresidenan tipe Boeing 737-800 Business Jet 2 seharga 85.400.000 dollar AS atau sekitar Rp 811 miliar (asumsi kurs Rp 9.500 per dollar AS).
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yuna Farhan mengatakan pembelian pesawat itu tidak etis di tengah-tengah kondisi rakyat yang miskin. Apalagi, kata dia, sepertiga dari APBN tiap tahun habis untuk membayar cicilan bunga utang dan pokoknya.
"Ini soal sensitivitas, adil nggak beli pesawat ketika sepertiga APBN habis untuk bayar utang?"kata Yuna dalam konferensi pers di Bakoel Koffie, Jakarta, Minggu (19/9).
Sementara, kata dia, program untuk kesejahteraan rakyat seperti Bantuan Operasional Sekolah dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dibiayai dari utang luar negeri. "Kebanggaan apa yang mau diperlihatkan presiden dengan membeli pesawat di tengah kondisi seperti ini," katanya lagi.
Menurut Yuna, sebaiknya presiden memakai pesawat komersil dalam tiap kali kunjungannya serta mengurangi jumlah rombongan hingga di bawah 100 orang. Dalam kesempatan tersebut, FITRA juga menyoroti biaya perjalanan dinas presiden yang dalam APBN 2011 diajukan sebesar Rp180 miliar atau naik dibanding tahun lalu sebanyak Rp179 miliar.
Dalam kurun waktu tahun 2004-2009, FITRA mencatat anggaran perjalanan dinas presiden mencapai Rp 813 miliar atau Rp162 miliar per tahun. Secara umum, pada APBN 2010 total belanja perjalanan dinas baik DPR dan pemerintah mencapai Rp19,5 triliun atau 4 kali lipat anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat yang hanya Rp 4,5 triliun.
Sebelumnya Menteri Kordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pembelian pesawat kepresidenan bersifat mendesak. Itu karena presiden belum memiliki pesawat khusus untuk melakukan perjalanan dinas ke dalam dan luar negeri. Lagipula, anggaran yang dibutuhkan untuk membeli pesawat lebih murah daripada menyewa.
Selama ini, presiden biasanya menyewa pesawat milik maskapai Garuda Indonesia. “Akibatnya kalau Bapak Presiden mau makai, itu delay semua jadwal penerbangan. Jadwal semua perjalanan harus dibatalkan dan itu menganggu penumpang lainnya,” kata Hatta.
Proses pengadaan pesawat tersebut, kata Hatta, sudah dimulai sejak dirinya menjabat sebagai menteri sekretaris negara pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I. “Sekarang ini prosesnya ada di menteri keuangan setelah mendapat persetujuan DPR,” katanya.
Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung juga menyetujui rencana pembelian pesawat presiden. “Dengan memiliki pesawat akan memungkinkan presiden jika sewaktu-sewaktu menghadapi suatu masalah di luar (negeri). Lagipula kalau dihitung-hitung lebih murah membeli dari pada menyewa,” ujar Akbar. (surabayapost.co.id)