Dari 16 negara yang tercantum sebagai berisiko "ekstrim" perubahan iklim selama 30 tahun ke depan, lima berasal dari Asia Selatan, dengan Bangladesh dan India di tempat pertama dan kedua, Nepal di keempat, Afghanistan kedelapan dan Pakistan di 16.
Climate Change Vulnerability Index yang disusun oleh perusahaan penasihat risiko global yang berbasis di Inggris, Maplecroft dimaksudkan sebagai panduan untuk investasi strategis dan kebijakan.
Barometer ini didasarkan pada 42 faktor sosial, ekonomi dan lingkungan, termasuk respon pemerintah untuk menilai risiko populasi, ekosistem dan bisnis dari perubahan iklim.
Asia Selatan sangat rentan karena perubahan pola cuaca yang mengakibatkan bencana alam, termasuk banjir di Pakistan dan Bangladesh tahun ini dan mempengaruhi lebih dari 20 juta orang, kata Maplecroft.
"Ada bukti yang terus bertambah perubahan iklim meningkatkan intensitas dan frekuensi kejadian iklim," kata analis lingkungan perusahaan itu, Anna Moss.
"Perubahan suhu sangat kecil saja dapat memiliki dampak besar pada lingkungan manusia, termasuk perubahan terhadap produktivitas tanaman dan ketersediaan air, hilangnya daratan karena kenaikan permukaan laut dan penyebaran penyakit."
Bangladesh dinilai no 1 karena masalah ganda. Negara ini memiliki risiko tertinggi menyangkut kekeringan dan risiko tertinggi kelaparan.
Negara ini juga berjuang melawan kemiskinan yang ekstrim dan sangat tergantung pada pertanian, padahal sektor ekonomi ini yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim.
Adapun India, hampir seluruh wilayahnya memiliki tingkat yang tinggi atau ekstrim terhadap perubahan iklim, karena tekanan penduduk akut dan masalah sumber daya alam, kata Maplecroft.
Sementara wilayah Indonesia masuk berisiko tinggi di Jawa dan Sumatera, namun rendah di bagian pulau Kalimantan. (inilah.com)
Climate Change Vulnerability Index yang disusun oleh perusahaan penasihat risiko global yang berbasis di Inggris, Maplecroft dimaksudkan sebagai panduan untuk investasi strategis dan kebijakan.
Barometer ini didasarkan pada 42 faktor sosial, ekonomi dan lingkungan, termasuk respon pemerintah untuk menilai risiko populasi, ekosistem dan bisnis dari perubahan iklim.
Asia Selatan sangat rentan karena perubahan pola cuaca yang mengakibatkan bencana alam, termasuk banjir di Pakistan dan Bangladesh tahun ini dan mempengaruhi lebih dari 20 juta orang, kata Maplecroft.
"Ada bukti yang terus bertambah perubahan iklim meningkatkan intensitas dan frekuensi kejadian iklim," kata analis lingkungan perusahaan itu, Anna Moss.
"Perubahan suhu sangat kecil saja dapat memiliki dampak besar pada lingkungan manusia, termasuk perubahan terhadap produktivitas tanaman dan ketersediaan air, hilangnya daratan karena kenaikan permukaan laut dan penyebaran penyakit."
Bangladesh dinilai no 1 karena masalah ganda. Negara ini memiliki risiko tertinggi menyangkut kekeringan dan risiko tertinggi kelaparan.
Negara ini juga berjuang melawan kemiskinan yang ekstrim dan sangat tergantung pada pertanian, padahal sektor ekonomi ini yang paling terpengaruh oleh perubahan iklim.
Adapun India, hampir seluruh wilayahnya memiliki tingkat yang tinggi atau ekstrim terhadap perubahan iklim, karena tekanan penduduk akut dan masalah sumber daya alam, kata Maplecroft.
Sementara wilayah Indonesia masuk berisiko tinggi di Jawa dan Sumatera, namun rendah di bagian pulau Kalimantan. (inilah.com)