wandinews.com - Puluhan warga di Samburejo dan Ngrangkah di lereng selatan Merapi panik. Sekitar pukul 17.50 WIB terlihat ada luncuran gumpalan tebal yang diduga awan panas mengarah ke wilayah Samburejo. Kini warga sedang dievakuasi ke barak pengungsian di Kepuharjo.
Namun sejumlah armada mobil pengangkut malah ketakutan dan kabur meninggalkan desa. Suasana yang terekam lewat radio komunikasi warga, peringatan bahaya dan teriakan agar warga turun ke wilayah yang aman terdengar bersahut-sahutan.
Guguran dan luncuran material vulkanik dari puncak gunung Merapi memang terus termonitor hingga Selasa (26/10/2010) petang. Jumlahnya mencapai ratusan kali. Sekitar pukul 17.15 WIB, terjadi guguran besar yang sempat terlihat dari arah tenggara dan timur.
Di Turgo, sejumlah warga mencium bau belerang dan melihat abu vulkanik melayang. Kacung, warga di Samburejo memperkirakan jarak luncuran material sudah lebih dari 2.000 meter, atau dua kilo dari puncak. Umumnya mengarah ke hulu Kali Senowo, Kali Boyong, Kali Kuning, dan Kali Gendol.
Informasi ini berdasarkan pengamatan visual langsung dari warga di Turgo, Kinahrejo, Sumburejo, Tunggularum, dan Deles. Kawasan puncak Merapi sendiri tertutup awan sangat tebal, namun sesekali kubah di puncak terlihat dari pertigaan Kinahrejo, yang jadi pusat titik kumpul pengungsi.
Titik api sejauh ini belum terlihat meski deformasi kubah terus berlangsung dan cukup ekstrem pertumbuhannya. Aktivitas Merapi kali ini sangat berbeda dengan kejadian erupsi sebelumnya, karena perubahan aktivitas vulkaniknya sangat radikal. Dalam tempo sebulan status Merapi berubah jadi Awas, level tertinggi di fase erupsi.
Data yang tercatat di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, laju inflasi kubah mencapai 42 cm/hari. Pengukuran dilakukan dengan Electric Distance Measurement (EDM), dengan reflektor dipasang di sekitar puncak Merapi.
Pada akhir September 2010, laju inflasi bagian puncak Merapi rata-rata 6 mm/hari, setelah itu, laju inflasi hingga 21 Oktober 2010 mencapai 10,5 cm/hari. Kemudian laju inflasi meningkat sangat tajam, mencapai 42 cm/hari, berdasarkan hasil pengukuran EDM hingga 24 Oktober 2010.
Warga di berbagai wilayah, seperti Kinahrejo dan Turgo saat ini sedang bersiap mengungsi. Malam yang berkabut tebal, dan tidak terlihatnya kawasan puncak Merapi membuat kewaspadaan menjadi ekstra tinggi.
Di Kaliadem, Kepuharjo, dan Cangkringan, Kabupaten Sleman, warga setempat siang tadi menyelesaikan bangunan pos pantau secara gotong royong. Pos pandang di desa-desa tertinggi di lereng selatan Merapi itu berupa pondok bambu setinggi 10 meter.
Warga setempat menegaskan ingin memantau langsung pergerakan Merapi dengan keyakinan tinggi. "Bukan berarti kami tak percaya informasi dan keputusan pemerintah dan vulkanologi. Sebagian besar warga sudah turun mengungsi," kata Ronggo, warga di Kaliadem.(tribun)
Namun sejumlah armada mobil pengangkut malah ketakutan dan kabur meninggalkan desa. Suasana yang terekam lewat radio komunikasi warga, peringatan bahaya dan teriakan agar warga turun ke wilayah yang aman terdengar bersahut-sahutan.
Guguran dan luncuran material vulkanik dari puncak gunung Merapi memang terus termonitor hingga Selasa (26/10/2010) petang. Jumlahnya mencapai ratusan kali. Sekitar pukul 17.15 WIB, terjadi guguran besar yang sempat terlihat dari arah tenggara dan timur.
Di Turgo, sejumlah warga mencium bau belerang dan melihat abu vulkanik melayang. Kacung, warga di Samburejo memperkirakan jarak luncuran material sudah lebih dari 2.000 meter, atau dua kilo dari puncak. Umumnya mengarah ke hulu Kali Senowo, Kali Boyong, Kali Kuning, dan Kali Gendol.
Informasi ini berdasarkan pengamatan visual langsung dari warga di Turgo, Kinahrejo, Sumburejo, Tunggularum, dan Deles. Kawasan puncak Merapi sendiri tertutup awan sangat tebal, namun sesekali kubah di puncak terlihat dari pertigaan Kinahrejo, yang jadi pusat titik kumpul pengungsi.
Titik api sejauh ini belum terlihat meski deformasi kubah terus berlangsung dan cukup ekstrem pertumbuhannya. Aktivitas Merapi kali ini sangat berbeda dengan kejadian erupsi sebelumnya, karena perubahan aktivitas vulkaniknya sangat radikal. Dalam tempo sebulan status Merapi berubah jadi Awas, level tertinggi di fase erupsi.
Data yang tercatat di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, laju inflasi kubah mencapai 42 cm/hari. Pengukuran dilakukan dengan Electric Distance Measurement (EDM), dengan reflektor dipasang di sekitar puncak Merapi.
Pada akhir September 2010, laju inflasi bagian puncak Merapi rata-rata 6 mm/hari, setelah itu, laju inflasi hingga 21 Oktober 2010 mencapai 10,5 cm/hari. Kemudian laju inflasi meningkat sangat tajam, mencapai 42 cm/hari, berdasarkan hasil pengukuran EDM hingga 24 Oktober 2010.
Warga di berbagai wilayah, seperti Kinahrejo dan Turgo saat ini sedang bersiap mengungsi. Malam yang berkabut tebal, dan tidak terlihatnya kawasan puncak Merapi membuat kewaspadaan menjadi ekstra tinggi.
Di Kaliadem, Kepuharjo, dan Cangkringan, Kabupaten Sleman, warga setempat siang tadi menyelesaikan bangunan pos pantau secara gotong royong. Pos pandang di desa-desa tertinggi di lereng selatan Merapi itu berupa pondok bambu setinggi 10 meter.
Warga setempat menegaskan ingin memantau langsung pergerakan Merapi dengan keyakinan tinggi. "Bukan berarti kami tak percaya informasi dan keputusan pemerintah dan vulkanologi. Sebagian besar warga sudah turun mengungsi," kata Ronggo, warga di Kaliadem.(tribun)