Mengapa Baekuni melakukan semua itu? Tak disangka, ia bersedia melayani permintaan wartawan, membeberkan prilaku kejamnya, menghabisi korban-korbannya secara sadis setelah puas melampiaskan nafsu seksnya kepada anak-anak jalanan itu.
Menurut Baekuni, perkenalannya dengan anak-anak terjadi pada 1999, dua tahun pertamanya di Jakarta, saat ia alih profesi dari supir angkot ke pedagang asongan, dan berkenalan dengan banyak anak jalanan. Iapun seperti menjadi pelindung bagi anak-anak jalanan itu.
Salah seorang dari mereka bernama Aris, korban pertamanya.
Baekuni mengaku, sebenarnya ia penyayang anak. Terlebih dua pernikahannya tak membuahkan keturunan.
Ia mengaku, menyodomi anak karena masa lalunya juga pernah disodomi, saat ia berusia 15 tahun.
Cara yang ia pakai selalu sama dan sangat konvensional. Calon korban ia bawa ke rumah kontrakan, dan di situ sang korban dijerat lehernya dengan tali.
Menurut Baekuni, ia menyodomi setelah korban tewas, bukan karena ia memiliki kelainan senang menyetubuhi mayat, seperti dituduhkan masyarakat, tapi lebih karena ia takut korban menjerit.
Tapi mengapa harus dimutilasi? Menurut Baekuni, ia selalu dilanda kebingunan dengan jasad korbannya.
Baekuni mengatakan, mereka yang dibunuh umumnya karena sejak pertama dibawa sudah menolak dan melawan. Ia takut, jika tak dibunuh, setelahnya korban akan cerita ke orang lain.
Menurut Baekuni, tak semua anak yang ia bawa ke rumah kontrakannya, berakhir dengan kematian. Ada juga yang ia biarkan hidup.
Lalu mengapa Ardiansyah, korban terakhir, dibunuh juga, padahal ia kenal baik dengan orang tua sang bocah? Inilah pedofilia sejati, ia mengaku tak bisa menahan nafsu melihat tubuh Ardiansyah yang berkulit mulus dan tampan.
Korban Baekuni terus bertambah, sesuai keterangan yang ia berikan dalam pemeriksaan setiap harinya.
Baekuni di mata anak-anak binaannya, memiliki kepribadian ganda. Saat di keramaian ia bak pahlawan, menjadi pelindung bagi mereka. Tapi di saat lain, ia sebagai sosok mengerikan, terutama bagi mereka yang tak memberikan setoran sesuai target yang ia tetapkan.
Polisi terus mengembangkan kasus ini, dan dua hari lalu coba mengecek kebenaran ucapan Baekuni, dengan membawa laki-laki ini ke Kuningan, Jawa Barat, melacak jenasah Aris dan Teguh, yang diakui jenasahnya dibuang di kampung halamannya ini.
Orang tua korban Ardiansyah, telah pula menerima jenasah anak mereka, untuk dikuburkan secara baik-baik.
Berapa sebenarnya anak korban kekejian Baekuni, masih belum jelas. Kemarin, Kabid Humas Polda Jaya, Kombes Pol Boy Rafli Amar mengungkap, korban Baekuni bertambah dua orang lagi, atas nama Irwan dan Ardi, berusia sekitar 12 tahun. Irwan dibunuh tahun 1995 di Jakarta dan jasadnya dibuang ke Purworejo, Jawa Tengah. Sedang Ardi dibunuh di Jakarta tahun 2004 lalu dan jenasahnya dibuang di Magelang, Jawa Tengah.
Anak jalanan memang masuk dalam kehidupan keras, terutama di kota metropolitan seperti Jakarta. Mereka mengalami kekerasan fisik, sampai kekerasan seksual, hingga berujung kematian. Orang-orang jahat seperti Baekuni ada di sekitar dan mengintai mereka. Ambil contoh bocah bernama Aji dan temannya Kiki, yang kami temui di perempatan Tomang, Jakarta Barat ini. Karena alasan ekonomi, mereka terperangkap kehidupan jalanan.
Peran pemerintah memang sangat ditunggu untuk memecahkan masalah ini, sesuai amanat undang-undang dasar.
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar, pemerintah saat ini sedang menggulirkan program Kota Ramah Anak, yang untuk tahap awal coba dilakukan di lima kota.
Linda, dan utamanya kita tentu berharap, pemerintah cepat mengambil langkah konkrit. Anak, bagaimanapun adalah pemilik masa depan. Mereka harus tumbuh dan berkembang normal. Mereka juga harus dilindungi dari tangan-tangan jahat, menjadikan mereka sebagai alat pemuas nafsu durjana, seperti yang dilakukan Robot Gedek, Baekuni dan pedofilia yang masih bergentayangan di jalanan.(Tim liputan/Ijs)