Sabtu, 13 November 2010

Inilah Rahasia Lawakan Warkop

wandinews.com - Siapa yang tak kenal Warkop. Grup lawak yang terdiri atas Kasino, Dono, dan Indro itu telah menjadi ikon grup lawak Indonesia selama hampir 32 tahun.

Masyarakat mengenal mereka tak hanya lewat lawakan tiga pria tersebut, melainkan juga melalui film-film yang dibintangi ketiganya, dan kaset rekamann. Dan, kali ini, Warkop yang berdiri sejak tahun 1978 membagi inspirasinya melalui buku berjudul Warkop: Main-Main Jadi Bukan Main (2010).

Buku terbitan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) itu diluncurkan di Gedung Kompas Gramedia Unit I, Palmerah, Rabu (10/11).

Tidak banyak tahu, di balik lelucon-lelucon yang diciptakan Warkop, sebenarnya ada "dapur ide" yang memegang peranan penting. Di belakang trio Kasino, Dono, Indro, ada orang-orang yang mewarnai karya-karya genial Warkop.

Menurut Rudy Badil, yang pernah bergabung dengan Warkop bersama Nanu Mulyono di tahun 1970-an, lawakan-lawakan Warkop diambil dari cerita-cerita yang beredar di masyarakat, terutama mahasiswa di kampus UI.

Bahkan, grup komedi itu juga tidak segan-segan mengambil karakter-karakter yang mencolok dari etnis tertentu, seperti dari segi logat etnis tertentu. Selain itu, kondisi masyarakat, kebijakan pemerintah, juga menjadi sentilan dan kritikan yang dikemas banyolan ala Warkop.

Hal itu diakui pentolan Warkop, Indrojoyo Kusumonegoro, alias Indro. Dia mengatakan, melawak itu serius dan profesional. Lelucon-lelucon yang dilontarkan Warkop dalam panggung-panggung komedinya bukan hanya asal cuap, melainkan digali dari cerita-cerita yang hidup di masyarakat.

"Lawakan ini bukan karangan, tapi dari folklore," ujar Indro, yang kini menjadi satu-satunya anggota Warkop yang masih tersisa, sepeninggal Kasino dan Dono yang sudah meninggal dunia.

Buku setebal 271 halaman itu berisi tulisan dari berbagai penulis, baik yang terlibat secara langsung dengan Warkop, Rudy Badil, penggemar Warkop, Eddy Suhardy, pengamat musik, Denny Sakrie, pengelola perusahaan rekaman Aquarius, Johannes Soerjoko, dan budayawan, Mohamad Sobary.

Tak ketinggalan tiga wartawan Kompas, Budiarto Shambazy, Dahono Fitrianto, dan Frans Sartono, ikut mengisi catatan tentang Warkop yang menginspirasi masyarakat melalui banyolan-banyolannya. Selain itu, berita-berita tentang Warkop yang dimuat di Harian Kompas juga dimuat di buku tersebut.

Buku Warkop: Main-Main Jadi Bukan Main terbagi dalam 5 bagian, bagian 1 Surat Kepada Warkop, Warkop: Main-main Jadi Bukan Main, Kaset Warkop Prambors pun Menerabas.

Bagian 2 Menelisik Usik Musik Warkop, Warkop 12 Pas, dan Ekspedisi Cari "Kopi Dangdut Bangladesh's".

Bagian 3, Film Warkop: Segmen Sana Segmen Sini, 7 Film Esensial Warkop, dan Warkop's Angels.

Bagian 4 Ujung-Ujungnya Pertemanan dan Warkop "Pojok Kompas, Klop!. Bagian 5, Melawak di Tengah Perubahan

Rudy Badil bercerita tentang awal pendirian Warkop yang semula beranggotakan 3 personel, Rudy Badil, Nanu Mulyono, dan Kasino Hadiwibowo.

Kemudian, anggota Warkop berubah menjadi Kasino, Indro, dan Wahjoe Sardono (Dono Warkop). Sedangkan Rudy Badil menjadi wartawan di Harian Kompas, dan Nanu Mulyono yang meninggal di tahun 1983.

Eddy Suhardy menulis tentang film-film yang dibintangi Warkop dari tahun 1978-1994 tercatat 33 judul film.

Ia menulis sinopsis film-film yang dibintangi Warkop, antara lain, Pintar Pintar Bodoh, Manusia 6.000.000 Dollar, Dongkrak Antik,vAtas Boleh Bawah Boleh, Depan Bisa Belakang Bisa, Setan Kridit, Gengsi Dong, Makin Lama Makin Asyik, Saya Suka Kamu Punya, dan Godain Kita Dong.

"Warkop bisa langgeng karena komitmen, manajemen yang profesional, dan komitmen membesarkan nama Warkop," tutur Eddy. (wartakota)
◄ Newer Post Older Post ►