Wuhan : Setiap subuh, selama enam hari dalam seminggu, Yu Youzhen  bekerja keras membersihkan jalanan sepanjang 3,2 kilometer di Kota  Wuhan, Cina. Menyapu, menjepit dan menyingkirkan kotoran hewan yang  berceceran, memungut sampah.
Ia selalu memakai seragam yang sama: jaket dan topi oranye. Sepeda mini  butut yang dipasangi keranjang sampah, jadi "kendaraan dinasnya". Dengan  tampilannya itu, sama sekali tak ada yang menyangka, perempuan 53 tahun  tersebut adalah seorang jutawan!

Yu Youzhen adalah pemilik dan pengelola 17 apartemen, pengusaha yang meraup untung dari boom properti di Cina. 
Dengan kekayaannya itu, ia bisa saja ongkang-ongkang kaki, memanjakan  diri di salon dan spa, atau berbelanja. Alih-alih demikian, ia justru  rela menjadi pekerja kontrak Tim Pembersih Distrik Chengguan, Wuchang,  dengan gaji 1.420 yuan atau setara Rp 2,2 juta sebulan. Sejak tahun 1998  ia menjalani profesinya itu.
Apa motivasinya?
"Aku ingin menjadi panutan bagi putra dan putriku. Aku tak mau duduk  bermalas-malasan, hanya menggerogoti keberuntunganku," kata dia seperti  dimuat Daily Mail, Sabtu (5/1/2013). 
Ia tak mau memberi kesan pada anak-anaknya, menjadi induk semang  properti, dengan jumlah kekayaannya yang membuat iri banyak orang,  berarti sah-sah saja untuk hidup senang dan bermalas-malasan. "Gaya  hidup semacam itu akan merusak mereka dalam jangka panjang," kata Yu.

Dulunya Petani Sayur
Pada tahun 1980-an, Yu Youzhen adalah petani sayur di Desa Huojiawa,  Wuhan. Bersama suaminya, ia menabung yuan demi yuan dan akhirnya  berhasil membangun tiga bangunan berlantai lima untuk disewakan.
Pada tahun 2008, berkat kebijakan pemerintah, tanah dan bangunannya  digusur, ia mendapat kompensasi berupa 21 unit apartemen yang lumayan  luas. Empat di antaranya telah dijual. Meski demikian, 17 unit miliknya  yang tersisa laris manis disewa, menghasilkan uang yang nilainya lumayan  untuk mendukung gaya hidup mewah. Belum lagi timbunan harta yang ia  hasilkan selama ini.

Tapi, saat itu, ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri, penduduk desa  yang sama-sama menerima kompensasi justru terjebak dalam perjudian,  bahkan penyalahgunaan narkoba. Itu mengapa ia memilih untuk tetap  bekerja keras. Khawatir dia dan keturunannya menemui nasib serupa.
Kepada dua anaknya, ia mengancam, "jika kalian tidak bekerja, aku akan  menyumbangkan apartemen-apartemen itu pada negara," kata dia seperti  dimuat Chinasmack. 
Entah takut atau meneladani sikap sang ibu, putranya mendapatkan gaji  sebesar Rp 3 juta sebagai sopir, dan putrinya bergaji Rp 4,6 juta dari  bekerja serabutan.(Ein)


